Alaqshadelatinos.org – Rihlah, berhenti sejenak. Tentu membuat barisan lebih kuat. Karena inti rihlah adalah membuat barisan lebih tahan gempur, lebih fleksebel menghadai tantangan, agar tidak mudah patah.
Karena pengurus masjid, para ustadz, para imam, guru, adalah juga manusia biasa, yang tak terlepas akan beban kehidupan, penatnya memikul tanggung jawab dan tantangan sehari-hari. Penggiat masjid juga manusia, bukan maksum, yang takkan luput dari lalai dan alpa bahkan salah dan dosa.
Saat malam merembang petang, gelap menyelimuti bumi perkemahan. Hanya cahaya lampu di beberapa titik memecah kabut di sekitarnya, pendarnya membuat suasana jadi temaram, membuat suasana terasa sendu.
Semua kepala tertunduk ditengah keheningan malam, diiringi suara binatang-binatang kecil penjaga malam, terdengar satu persatu kata-kata hikmah mengalir dari lirihnya suara Ust Jumharuddin, Lc, yang memandu sesi muhasabah malam itu. Mengingatkan akan perjuangan orang tua, jerih payah ayah dan ibu, yang telah menjadikan semuanya sebagaimana hari ini.
“Ya Allah.., ampuni ayah ibu kami ya Allah, bahagiakan mereka di sisi-Mu ya Allah.
Ya Allah ya Rahman ya Rahim.., Rahmati orang tua kami ya Allah. Luaskan kuburnya seluas surga-Mu ya Allah, terangi kuburnya dengan cahaya surga-Mu, wangikan kuburnya dengan aroma surga-Mu ya Allah …”, doa-doapun mengalir dalam hati, tanpa perlu dibimbing.
Malam semakin larut, angin berhembus lembut menyelinap di sela-sela lingkaran peserta yang tertunduk diam, menyeruak ke relung hati paling dalam. Mereka-reka ulang masa lalu, yang banyak terbuang sia-sia. Salah, khilaf, bahkan dosa, seakan tak tertebus oleh amal ibadah selama ini.
Semua terbayang kembali, seakan baru kemarin, satu persatu berputar-putar di pelupuk mata, “Ya Allah …, ampuni ya Allah, ampuni hamba ya Allah, ampuni diri yang penuh dosa dan hina ini ya Allah. Jauhkan kami dari siksa neraka ya Allah. Sungguh kami tak kan sanggup akan panasnya api neraka-Mu ya Allah. Lindungi kami ya Allah.., jauhkan seluruh anak keturunan kami dari siksa api neraka-Mu ya Allah ….”.
Tak cukup hanya pada muhasabah (intropeksi diri) , puncak acara malam itu mencapai klimaks nya ketika dirangkai dengan shalat tahajud (qiyamul lail) berjamaah, di lapangan terbuka itu. Sungguh pengalaman ruhaniah yang sulit terlupakan.
Ditengah dinginnya malam yang semakin menusuk raga, hanya beratapkan langit gelap dan beralaskan tikar seadanya, alunan khas qiraah Ust M Nawir Al-Hafidz yang bertindak sebagai imam, seakan membelah tebalnya kabut malam, menambah khusu’ nya qiyamul lail di bumi perkemahan.
Tak terasa rakaat demi rakaat telah berlalu, hembusan angin malam semakin syahdu. Tak pernah terbayangkan, akan melewati malam bersama Al-Qur’an dengan cara dan suasana seperti ini. Jauh dari kebisingan kota, merenungi kecil kerdilnya diri, merasakan kebesaran Allah melalui semua ciptaan-Nya, semua ada di depan mata, di sekeliling kita.
“Ini luar biasa, keren sekali. Acara ini telah menambah satu lagi kekuatan ciri khas masjid kita, selain AqshaMart, Aqsha Clinic, Aqsha LAZ, dll yang sudah lebih dahulu exist,” kata Dasep Suryanto, Ketua Dewan Pembina DKM Al-Aqsha Delatinos.
Dasep melanjutkan bahwa Rihlah atau tadabur alam ini harus diteruskan, “Bila perlu setiap enam bulan sekali,” ucap beliau. Menurut Dasep, adanya muhasabah malam hari yang puncaknya shalat tahajud (Qiyamul Lail) berjamaah adalah kekuatan dan point penting acara ini. “Dalam suasana seperti itu, kita diajak menilai diri, menghitung (menghisab) dan memilah, amalan baik dan buruk yang pernah diperbuat,” ujar Dasep kemudian.
(Abu Humaira – bagian terakhir dari dua tulisan)