Saya terlibat sebuah diskusi kecil di ruangan Ust Bachtiar Nasir (UBN). Setelah demo damai 212 tahun 2016, UBN adalah sosok yang banyak dirindukan jamaah. Minta waktunya adalah kesulitan tersendiri, saking padatnya jadwal kegiatan.
Saya selalu ke AQL Tebet untuk minta slot waktu demi bisa ngisi tausyiah di masjid Al Aqsha Delatinos. Namun kali ini bukan tausyiah biasa karena DKM minta agar sekalian meresmikan minimarket Al Aqsha, Aqsha Mart.
Saya maju mundur untuk minta waktu ke UBN, untuk tausyiah sekaligus meresmikan Aqsha Mart yang jauhnya kurang dari sekilo. Skenarionya usai tausyiah, beliau jalan menuju Aqsha Mart. Intinya bagaimana agar UBN mau melakukan ini dengan riang gembira.
Saya putar otak, sampai kemudian ada ide ini; keterlibatan kelas menengah di masjid harus diteguhkan dengan nyata. Karena hanya itu yang bisa menguatkan ummat. Bagi saya, ide ini masuk, apalagi setiap omongan UBN selalu didengar orang pasca 212.
Sejam kami diskusi soal itu, UBN setuju. Setelah itu baru saya cerita soal scenario pembukaan Aqsha Mart. Dan beliaupun setuju, “Tapi sebentar saja waktunya ya, saya ada acara lain,” katanya. Waduh… makdeg dalam hati saya.
Tapi okelah daripada nggak sama sekali. DKM sudah sangat bersemangat, menyediakan mulai makanan kecil sampai sarapan. Kenyataanya meja dan kursi dijejer panjang di depan Aqsha Mart, sarapan bercampur dengan cerita seru, tak habis, waktu terus berjalan. Saya koordinasi dengan asistennya soal acara yang akan disambung oleh UBN dilain tempat. Maka saya ingatkan seperti kesepakatan awal kami, tidak terlalu lama, cukup sarapan saja, trus jalan lagi.
Lalu saya bisikin UBN dari belakang. “Ustad, waktunya habis…!” Tiba-tiba dia menoleh arah saya dengan sedikit kaget, lalu saya mundur. Eh ternyata, matanya tajam melihat saya dengan agak lama. Jelas, UBN tak rela dan tak sepedapat dengan sempritan injury time itu. Saya pun membiarkannya obrolan UBN dengan DKM dan jamaah lain itu berlanjut. Setengah jam tambahan waktu, sampai kemudian UBN bergerak sendiri, itupun masih banyak cerita yang tak tertutup dengan baik. “Tapi benar, kelas menangah harus bergerak sebagai motor,” katanya sambil menutup pintu mobil. Asistennya melempar senyum ke saya, saya hanya bisa mengangguk saja. Alhamdulillah, lancar batin saya.