Alaqshadelatinos.org – Warga Palestina di Gaza utara pada Ahad (13/10/2024) menolak mematuhi perintah pengusiran “Israel” selagi pasukan penjajah semakin gencar melancarkan serangannya ke wilayah tersebut.
Entitas Zionis berupaya mengusir 400.000 warga Palestina di Gaza utara yang bertahan sejak dimulainya invasi darat besar-besaran di wilayah tersebut pada 6 Oktober lalu.
Selama akhir pekan lalu, penjajah “Israel” memperluas serangan mereka ke Gaza utara dan tank-tank mencapai tepi utara Kota Gaza, mengebom sejumlah distrik di lingkungan Sheikh Radwan.
Sebuah drone “Israel” pada Ahad membunuh lima anak yang sedang bermain di dekat sebuah kafe di daerah al-Shati di Gaza utara, menurut kantor berita Palestina Wafa.
Pembunuhan tersebut membuat jumlah total warga Palestina yang terbunuh dalam 9 hari terakhir menjadi 300 orang, menurut catatan kementerian kesehatan Palestina.
Warga mengatakan kepada Reuters bahwa pasukan Israel telah secara efektif mengepung Beit Hanoun, Jabalia dan Beit Lahia di bagian utara daerah kantong dari Kota Gaza, memblokir akses antara kedua daerah tersebut.
Pasukan “Israel” juga mengepung total kamp pengungsi padat penduduknya di Jabalia, memutuskan akses dari Kota Jabalia.
Sementara sejumlah besar keluarga terpaksa meninggalkan rumah mereka karena keganasan serangan, banyak juga yang memutuskan untuk tetap tinggal di rumah mereka, karena percaya bahwa pergi ke Gaza selatan bukanlah pilihan yang aman atau lebih baik bagi mereka.
“Meskipun situasi yang menakutkan dan suara ledakan yang memekakkan telinga, orang-orang di sini, khususnya di Jabalia, tidak bergeming dari rumah mereka,” kata seorang jurnalis di Kota Gaza kepada Middle East Eye.
“Warga di utara mengatakan bahwa mereka lebih baik mati di jalanan daripada pergi ke selatan. Orang-orang di selatan mengatakan kepada kami bahwa meskipun kematian sama saja di mana-mana, kehidupan di selatan tak tertahankan. Mereka tinggal di tenda-tenda dan dalam kehinaan.”
Jurnalis tersebut mengatakan bahwa penduduk di utara kelaparan, dengan persediaan makanan yang tersisa berasal dari distribusi bantuan yang terbatas dari apa yang sudah ada di Gaza utara sebelum dimulainya serangan baru. PBB mengatakan tidak ada makanan yang masuk ke Gaza utara sejak 1 Oktober.
Ia dan 13 anggota keluarganya, termasuk saudara-saudaranya, berlindung bersama di sebuah rumah di pusat Kota Gaza. Ketakutan yang merasuk di antara mereka adalah militer “Israel” yang mengepung kota.
“Invasi darat adalah hal terburuk dan terkejam. Suara tank yang bergerak di malam hari sangat menakutkan dan suara penembakan mereka sangat mengerikan,” katanya.
“Selama empat malam terakhir, tentara Israel telah meluncurkan bom suar yang menerangi seluruh Kota Gaza, yang juga sangat memicu stres.”