Alaqshadelatinos.org — Kebaikan seorang Muslim itu terletak kepada kepribadiannya. Kepribadian Muslim dalam Islam diukur melalui akhlak seseorang, bukan jabatan atau gelar akademiknya.
Allah SWT mengutus Rasulullah SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak dan pribadi manusia. Sebagai mana sabda Rasulullah SAW dalam satu riwayat hadis:
إنما بعثت ﻷتمم مكارم الأخلاق.
“Sesungguhnya aku diutus (oleh Allah SWT) untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR: Baihaqi).
Oleh karena itu keselamatan manusia dalam hidupnya, hendaklah berpandukan kepada jalan yang diajarkan dalam Islam itu sendiri. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an Surah Al-Ana’am, ayat 153:
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa sesungguhnya inilah jalan-Ku (agama Islam) yang lurus, maka hendaklah kamu mengikutinya; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (di luar Islam), karena jalan-jalan (yang lain itu) mencerai-beraikan kamu dari jalan Allah SWT, Dengan yang demikian itulah Allah SWT perintahkan kamu, agar kamu bertakwa”.
Agar memiliki kepribadian Muslim yang sempurna, seorang Muslim wajib memiliki ciri sebagai berikut:
1. Salimul Aqidah (aqidahnya bersih)
Akidah adalah asas dari semua amal. Amal-amal yang baik dan diridhai Allah SWT lahir dari aqidah yang bersih. Dari sini akan lahir kepribadian muslim yang memiliki jiwa merdeka, keberanian yang tinggi, dan ketenangan. Sebab, tak ada ikatan dunia yang mampu membelenggunya, kecuali hanya ikatan kepada Allah SWT.
Seorang muslim yang baik akan selalu menjaga kemurnian aqidahnya dengan memperhatikan amalan-amalan yang dapat menjauhkan keimanan dan mendatangkan kemusyrikan. Sebaliknya, selalu berusaha melakukan amalan-amalan yang senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Kepribadian Muslim yang baik adalah sentiasa bertaqorrub (menjalin hubungan) dengan Allah SWT, ikhlas dalam setiap amal, mengingat hari akhir dan bersiap diri menghadapinya. Dia juga melaksanakan ibadah wajib dan sunnah, dzikrullah di setiap waktu dan keadaan, menjauhi praktik yang membawa pada kemusyrikan.
2. Shahihul Ibadah (Ibadah yang Benar)
Ibadah, wajib dan sunnah, merupakan sarana komunikasi seorang hamba dengan Allah SWT. Kedekatan seorang hamba ditentukan oleh pelaksanaan ibadahnya.
Ibadah menjadi salah satu pintu masuk kemenangan dakwah. Sebab, ibadah yang dilakukan dengan ihsan akan mendatangkan kecintaan Allah SWT. Dan kecintaan Allah SWT akan mendatangkan pertolongan dari Allah SWT.
Menjaga kesucian jiwa, berada dalam keadaan berwudhu di setiap keadaan, khusyu’ dalam shalat, menjaga waktu-waktu shalat, biasakan shalat berjamaah di masjid (bagi laki-laki), laksanakan shalat sunnah, tilawah al-Qur’an dengan bacaan yang baik, puasa Ramadhan, laksanakan haji jika ada kemampuan.
3. Ahsanul Khuluq (akhlaqnya yang baik)
Seorang muslim wajib ber-iltizam dengan akhlaq Islam. Sekaligus memberikan gambaran yang benar dan menjadi qudwah (teladan) dalam berperilaku.
Kesalahan akhlak seorang muslim akan berakibat terhadap keberhasilan dakwah Islam itu sendiri. Tidak sedikit orang tertarik Islam karena kemuliaan dan melihat akhlak Muslim.
Sementara tidak sedikit pula orang kurang tertarik karena melihat buruknya akhlak dan pribadi Muslim. Muslim tapi berbohong, tidak amanah, mengurangi takaran/timbangan/korupsi/tidak bersih dll.
Akhlak yang baik itu dapat dilihat dari sikapnya. Dia senantiasa ramah, tidak takabur, tidak dusta, tidak menghina orang lain, dan merendahkan orang lain, memenuhi janji menghindari hal yang sia-sia, pemberani, dan selalu memuliakan tetangga, tamu, bahkan orang tidak dikenal sekalipun.
Kepribadian Muslim yang diajakarkan Nabi adalah; Bersungguh-sungguh dalam bekerja, tidak curang, selalu memenuhi undang, ceprat menjenguk orang sakit atau meninggal, sedikit bercanda, tawadhu’ tanpa merendahkan diri dan lain.
4. Qadirul ’Alal Kasb (mampu untuk berusaha)
Kita mengenal prinsip dalam bekerja yang berbunyi ”shunduquna juyubuna” (sumber keuangan kita, datang dari dompet kita sendiri). Yang berarti setiap muslim harus menyadari bahwa dalam hidup memerlukan pengorbanan harta.
Menjauhi sumber penghasilan haram, menjauhi riba, selalu membayar zakat, menyimpan meski sedikit, tidak menunda hak dalam melaksanakan hak orang lain, bekerja dan berpenghasilan, mengutamakan produk umat Islam dibanding produk orang kafir, tidak membelanjakan harta kepada perkara yang membazir juga ciri kepribadian Muslim.
5. Mutsaqaful Fiqr (pola fikir yang intelek)
Intelektual seorang Muslim menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan dakwah dalam Islam. Sejarah para nabi juga memperlihatkan kepribadian Muslim seperti ini.
Kita melihat bagaimana ketinggian intelektualitas Nabi Ibrahim, dengan bimbingan wahyu, mampu mematahkan hujjah Namrud. Begitu pula kecerdasan Rasulullah ﷺ dalam mengemban amanah dakwahnya, sehingga ia digelar sebagai insan yang fathonah (orang yang cerdas).
Intelektual yang dimaksudkan dalam hal ini adalah baik dalam membaca dan menulis. Semangat belajar dan terus berfikir, menambah ilmu, menguasai hal-hal tertentu dalam masalah fiqih, memahami Islam dengan mendalam, memahami dan mengetahui problem masyarakat.
Muslim tidak terus-menerus dirinya awam. Awam itu hanya orang yang baru masuk Islam beberapa bulan.
Sebaliknya jika sudah mengaku Muslim harus terus menambah ilmu, mengaji, ikut halaqah, di mana dan kapapun. Jangan sampai ketika ditanya anaknya, saudaranya, tetangganya, bahkan ditanya orang kafir pada urusan hokum Islam yang paling kecil tidak tahu jawabanya, dengan alasan masih awam. Padahal sejak lahir sudah Islam.
6. Qawiyul Jism (fisik yang kuat)
Kekuatan ruhiyah dan fikriyah saja tidak cukup untuk mengemban amanah itu. Ciri kepribadian Muslim lainnya adalah kekuatan fisik yang sempurna. Sebab Allah menyukai Muslim/muslimah yang kuat daripada yang lemah.
7. Mujahidu Linafsihi (berusaha bersungguh-sungguh)
Bersungguh-sungguh adalah salah satu ciri orang mukmin dan kepribadian Muslim yang sesungguhnya. Tak ada keberhasilan yang diperoleh tanpa kesungguhan.
Kesadaran bahwa kehidupan manusia di dunia ini sangat singkat, dan kehidupan abadi adalah kehidupan akhirat, akan melahirkan kesungguhan dalam menjalani kehidupan. Menjauhi yang haram, menjauhi maksiat, dan berani menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
8. Munazham Fi Syu’unihi (teratur dalam semua urusan)
Seorang muslim harus mampu membangun disiplin dalam kehidupan pribadi dan keluarga serta masyarakat agar mampu menghadapi persoalan umat yang rumit dan kompleks. Memperbaiki penampilan, jadikan shalat sebagai cara untuk mendisiplinkan waktu, teratur di dalam rumah dan tempat kerjanya.
Disiplin dalam bekerja, merancang dan mengatur semua urusan, berpikir secara ilmiah untuk memecahkan persoalan, tepat waktu dan teratur.
9. Haritsun ’Ala Waqtihi (efisien menjaga waktu)
Ciri kepribadian muslim lainya; ia harus mampu seefektif mungkin memanfaatkan waktu yang terus bergerak. Tak ada waktu yang terbuang percuma.
10. Nafi’un Lighairihi (berguna kepada orang lain)
Kehidupan seorang mukmin itu diibaratkan seperti lebah yang akan memberi manfaat pada lingkungan sekitarnya. Ia memberi manfaat pada setiap ucapannya, dan pergerakannya akan menjadi teladan bagi sekitarnya.
Sebaik-baik mukmin itu yang bermanfaat bagi orang lain. Seburuk-buruk orang itu jika kehadiranya tidak memberi dampak kebaikan bagi lingkungan. Dengan kata lain, “Adanya dia, sama dengan tidak adanya.”
Muslim yang bermanfaat, dia dibutuhkan teman, dibutuhkan tetangganya, sahabat-sahabatnya, melaksanakan hak orang tua, dibutuhkan keluarganya dan lingkunganya, selalu memesona istri/suami serta anak-anaknya.*