Alaqshadelatinos.org – Hari belakangan ini, kian sering terdengar pernyataan miring soal agama Islam. Mulai dari yang malu-malu hingga terang terangan. Dibungkus dalam sebuah candaan basi yang garing hingga pernyataan serius dan disiarkan tanpa malu. Bukan hanya sunnah rasulullah seperti memelihara jenggot dan potongan celana diatas mata kaki, Nabi Muhammad Salallahualaihiwasalam pun juga tidak luput jadi bahan celaan.
Beragam reaksi dikalangan muslim muncul. Mulai mendiamkan dengan maksud tidak memberikan panggung, hingga reaksi keras. Malangnya, ada juga sebagian kalangan muslim yang bersifat permisif, seringkali mereka berdalih bahwa rasulullah memiliki ahlak yang mulia dan pemaaf.
Lantas bagaimana sebenarnya pandangan yang benar? Ternyata seorang muslim yang mencela agama Islam dapat tergelincir dalam kekufuran. Baik celaan itu bersifat candaan maupun perkataan yang serius. Baik celaan terhadap Allah, Rasulullah, maupun syiar agama yang lain, termasuk soal pemakaian cadar dan memelihara jenggot.
Ini disampaikan oleh Ustad Taqiyyudin , LC dalam Kajian Subuh Masjid Al Aqsha deLatinos. Dalam kesempatan itu ustad mengajak jamaah untuk melihat kembali salah satu sirah yang mahsyur dan berkaitan dengan turunnya QS At taubah ayat 65-66.
Qs at Taubah 65-66:
وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”
66ا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ ۗ اِنْ نَّعْفُ عَنْ طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْكُمْ نُعَذِّبْ طَاۤىِٕفَةً ۢ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ ࣖ
Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian dari kamu (karena telah tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (selalu) berbuat dosa.
Secara singkat asbabun nuzul turunnya ayat tersebut adalah:
Saat itu Perang Tabuk. Kondisi pasukan sudah di medan pertarungan. Tiba-tiba seseorang berujar, “Kita belum pernah melihat orang-orang seperti para ahli baca Alquran ini. Mereka adalah orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya, dan lebih pengecut dalam peperangan.
”Siapa yang dimaksud? Tak lain adalah Rasulullah SAW beserta para sahabatnya, penggenggam risalah Alquran. Sontak Auf bin Malik RA angkat suara. “Bohong kau. Justru kamu adalah orang munafik. Aku akan memberitahukan ucapanmu ini kepada Rasulullah SAW.”
Tak berselang lama, Auf bin Malik RA pun menemui Rasulullah SAW. Beberapa saat sebelum sampai di hadapan Rasulullah SAW, Allah SWT pun telah menurunkan ayat 65-66 dari Surah At-Taubah [9].Beberapa saat kemudian, orang yang melontarkan kalimat tak layak itu datang menemui Rasulullah SAW. Namun, Rasul SAW telah beranjak pergi dengan menunggang untanya.
Ibnu Umar menyaksikan bahwa orang itu terus mendekati Rasul SAW. Ia berusaha menggapai sabuk pelana unta Rasul dengan menggunakan kakinya. Akibatnya, ia tak memerhatikan kondisi di depan hingga tersandung batu.
Dalam kondisi begitu, ia mengutarakan pembelaan diri. “Wahai Rasulullah, sebenarnya kami tadi hanya bersenda gurau dan mengobrol, sebagaimana obrolan orang-orang yang berpergian jauh untuk menghilangkan kepenatan dalam perjalanan kami yang sangat jauh dan melelahkan.”
Mendengar itu, Rasulullah hanya menjawab singkat dengan sebuah kalimat tanya. “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Keterangan ini dijelaskan dalam Jami’ul Bayan fi Ta’wil Ayyil Qur’an 14/333-335, Tafsir Ibnu Abi Hatim 6/1829-1830, dan Ad Durrul Mantsur fit Tafsir bil Ma’tsur 4/230-231.
Lebih jauh ustad juga menerangkan bahwa mencela agama Allah maupun orang-orang beriman merupakan sifat dari kaum kafir. Seperti yang dilukiskan dalam Alquran surat Al Baqarh 212.
“Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kafir, dan mereka menghina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan”.
Meski demikian, ustad mengingatkan agar tidak mudah untuk memberikan lebel kafir bagi pelaku. “Jangan sampai kita menjadi hakim jalanan dan dengan mudah menuduh orang sebagai kafir,” kata Ustad Taqiyyudin. Sebab menurut ustad, putusan seorang kafir atau tidak itu adalah kewenangan dari seorang qodi atau otoritas hukum agama Islam.
Lantas bagaimana kita bersikap? Ustad mengingatkan agar tidak bergabung atau meninggalkan kumpulan atau majelis yang menghujat, mencela, atau mengolok agama Allah. Ini didasarkan pada Firman Allah dalam surat Annisa 140.
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam” (*)