Alaqshadelatinos.org – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyayangkan opini yang menyebar ke tengah publik bahwa masalah Palestina bukan urusan Indonesia.
Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menyatakan, rakyat Indonesia harus peduli terhadap nasib warga Palestina yang menjadi korban agresi Israel. Hal itu sesuai falsafah bangsa Indonesia dalam Pancasila, terutama sila kedua, yaitu sila kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dia menyayangkan pernyataan yang menyebut Palestina dan Israel bukan urusan Indonesia. “Pandangan yang seperti itu menurut saya menunjukkan tidak paham dan mengerti pembukaan UUD 1945,” kata Anwar Abbas dalam keterangan tertulis, Rabu (19/5).
Bahkan, dia mendesak agar pemerintah Indonesia aktif memberikan solusi terkait persoalan Israel dengan Palestina. Tak hanya dalam bidang politik dan keamanan, tapi juga dalam bidang ekonomi.
“Sesuai falsafah bangsa Indonesia Pancasila terutama sila keduanya yaitu sila kemanusiaan yang adil dan beradab,” katanya.
Selain itu, MUI meminta Indonesia untuk tidak mengakui dan tidak mau membangun hubungan diplomatik dengan Israel. Sebab, kata Anwar, Israel secara jelas telah menjajah tanah dan wilayah Palestina.
Hal ini, kata dia, bertentangan dengan prinsip bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan menghapus segala bentuk penjajahan. “Prinsip UUD 1945 yang menjunjung nilai kemanusiaan dan menghapus penjajahan bertentangan dengan serangan Israel ke Palestina,” kata Anwar.
Setidaknya 217 warga Palestina telah tewas, termasuk 63 anak-anak dan 36 wanita, dan 1.400 lainnya terluka dalam serangan Israel di Jalur Gaza sejak pekan lalu, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Sepuluh orang Israel juga telah tewas oleh tembakan roket Palestina dari Jalur Gaza. Ketegangan baru-baru ini yang bermula di Yerusalem Timur selama bulan suci Ramadan menyebar ke Gaza sebagai akibat dari serangan Israel terhadap jamaah di kompleks Masjid al-Aqsa dan lingkungan Sheikh Jarrah.
Israel menduduki Yerusalem Timur, tempat al-Aqsa berada, selama perang Arab-Israel 1967. Itu mencaplok seluruh kota pada tahun 1980 dalam sebuah tindakan yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional. (Indonesiainside.id)