Islam sungguh indah dan kemuliaanya tanpa batas. Secuil kisah kemuliaan ini dikisahkan dengan apik oleh Ust Haidar Bawazier dalam kajian sirah (sejarah) yang rutin di Madjid Al Aqsha De Latinos BSD. Ust Haidar Bawazier menukil sebuah peristiwa penyerahan kunci Al Quds (Yerusalem) setelah pasukan Bizantium ditaklukkan oleh pasukan Islam.
Yerusalem atau dalam bahasa Arab dikenal dengan Al Quds adalah kota penuh sejarah bagi umat Islam. Sejumlah nabi dan rasul di turunkan di sana. Al Quds adalah kota suci ketiga setelah Makkah dan Madinah. Meski kaum muslimin menang, namun kesombongan Sapronius (pemimpin pasukan Bizantium) tak mau memberikan kunci kota kepada panglima kaum muslimin yang menaklukkanya. Ia hanya mau menyerahkannya apabila Khalifah Umar Bin Khattab sendiri yang datang ke Syam, dan ia menyerahkankan langsung kepada Sayidina Umar RA.
Disinilah kisah hebat ini dimulai. Mendengar permintaan itu, berangkatlah Amirul Mukminin Khalifah Umar Bin Khatab RA dari Madinah menuju Syam. Sayidina Umar RA meninggalkan Madinah dengan naik seekor unta dan ditemani seorang pembantunya yang bertugas menuntunnya.
Perjalanan yang sangat jauh dan melelahkan, membuat hati Amirul Mukminin tidak tega melihat pembantunya yang berjalan kaki sementara dirinya duduk di atas punggung unta. Akhirnya Umar RA menyuruh pembantunya naik unta. Gantian dirinya yang berjalan.
“Wahai Amirul Mukminin, bukankah engkau ini pemimpin kami, pemimpin umat Islam. Bagaimana mungkin aku yang hamba sahaya ini akan duduk di atas punggung sementara dirimu yang kami muliakan berjalan kaki menuntun unta yang aku tunggangi?” Sang pembantu sungguh tak berani menerima tawaran pemimpinnya itu.
“Tidak.., tidak mengapa. Sekarang begini, ketika aku diatas kamu berjalan. Nanti bergantian kamu yang diatas dan aku yang berjalan menuntun unta,” jawab sang pemimpin memutuskan.
Pembantunya hampir tak percaya apa yang di putuskan oleh Umar Bin Khattab RA. Demikianlah keduanya terus menempuh safar yang panjang menuju negeri Syam. Mereka bergantian naik unta, antara sang pemimpin dan pembantunya.
Mengetahui Khalifah Umar sudah mendekati kota Yerusalem, salah seorang dari pasukan muslim segera berangkat menyusul Umar Bin Khattab ke pinggir kota. Sesampai di depan Khalifah Umar, Ubaidah Ibnul Jarrah tertegun, lesu dan tak percaya dengan yang dilihatnya. Pemimpin besar kaum muslimin Sayidina Umar Bin Khattab yang berjalan menuntun unta, sementara pembantunya justru duduk di atas punggung unta.
Ubaidah membayangkan bagaimana pandangan musuh yang para pemimpinnya tampil dengan segala kebesaran, jubah berkilau, perhiasan serta kehormatan. Sementara Umar RA, seorang pemimpin besar umat Islam dan namanya mashur sebagai khalifah yang tegas dan penuh wibawa tapi Umar RA datang dengan penampilan yang sangat biasa. Berjalan kaki, pakaian lusuh, tanpa jubah kebesaran, apalagi perhiasan.
“Wahai Amirul Mu’minin ! Engkau akan disambut oleh tentara dan pembesar Syam sedangkan engkau berkeadaan (penampilan) begini? ” tanya Abu Ubaidah.
Khalifah Umar kemudian memecahkan kegalauan Ubaidah dengan balik bertanya, “Ya Abu Ubai .., andai saja yang berkata tadi itu bukan kamu. Tahukah kamu apa yang akan aku lakukan terhadap dirimu?” jawab Umar RA.
Ubaidah Bin Al-Jarrah pun terdiam, ia tahu persis siapa orang yang di depannya, siapa yang tak kenal Umar Bin Khattab? “Sejak kapan dirimu menjadikan dunia ini untuk memuliakan dirimu, sejak kapan dunia ini engkau jadikan ukuran kemuliaan ?” sambung Umar lagi.
Kemudian Sayidina Umar RA mengeluarkan perkataan yang sangat menghujam dan patut mejadi pelajaran, sekaligus pegangan bagi siapapun kaum muslim yang ingin selamat dari jeratan cinta dunia (hubbu dunya).
“Ketahuilah Ubai Bin Jarrah, sesungguhnya kami adalah kaum yang Allah muliakan dengan Islam, maka tidaklah kami akan mencari kemuliaan dengan selain Islam”, ucap Umar RA tegas.
Sungguh sebuah ibrah yang luar biasa dari percakapan kecil ini. Kecenderungan suka dan senang dunia adalah tabiat manusia. Namun seorang muslim, jangan sampai menjadikan dunia ini menjadi ukuran kemuliaan. Harta, kekayaan, jabatan, perniagaan, hendaklah menjadi sebaik-baiknya wasilah untuk meraih keselamatan akhirat.
Adapun kemuliaan, hanya datang dari Allah dan Allah hanya akan memuliakan hambaNYA dengan jalan Islam, tidak dengan yang lainnya.
“Maka siapa yg mencari kemuliaan dengan selain Islam, pasti akan Allah hinakan”, kata Sayidina Umar Bin Khattab RA.
Sepintas peristiwa ini terdengar seperti dongeng yang disampaikan menghibur anak-anak saja. Atau kisah heroik yang didongengkan sebagai pengantar tidur. Hari ini rasanya sulit untuk memahami dan meyakini bahwa kisah itu nyata terjadi. Itulah pentingnya, mengapa perlu mempelajari sirah. (aha)