Pasrah yang paling paripurna adalah pasrah kepada Allah, dan janji Allah tak pernah bergeser sedikitpun. Allah memberi pelajaran kepada kita lewat bunda Nabi Musa AS, Yukabida. Kisah yang luar biasa yang juga harus mengisnpirasi kita orang tua. Tidak ada tempat untuk gamang, ragu apalagi mempertanyakan kuasa Allah. Inilah nukilan keteladanan Ibunda Nabi Musa yang dikisahkan dengan apik dan menggetarkan oleh Ustd Faris BQ.
Kisah Nabi Musa ini adalah salah satu kisah yang sering diulang dalam Al Qur’an. Diantaranya di dalam surat Thoha ayat 38 dan 39 serta dalam surat Al Qasas ayat 7 dan 9. Adapun arti dari ayat-ayat tersebut adalah: Toha 38: “Yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan,” Sedangkan Toha 39: “Letakkanlah ia (Musa) didalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir’aun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku”
Ayat itu masih disambung Al Qasas:7: Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa, “Susuilah dia (Musa), dan apabila engkau khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul.”
Ada dua situasi yang berbeda dalam Toha 39 dan Al Qasas ayat 7 pada surat Toha, digambarkan tidak ada lagi waktu karena tentara Firaun sudah mengetahui kelahiran Nabi Musa. Sehingga Allah memerintahkan ibu Nabi Musa untukmenghayutkan bayinya di sungai Nil.
Sementara dalam surat Al Qasas ayat 7, diceritakan kondisi pertama ibu Nabi Musa setelah kelahiran anaknya. Ia bingung apakah harus berbahagia dengan kelahiran putranya atau sebaliknya bersedih karena tahu bayinya akan dibunuh Firaun jika ketahuan. Dalam keadaan seperti itu Allah menenangkan ibu Nabi Musa dengan menyuruhnya untuk menyusui Nabi Musa terlebih dahulu. Jika kemudian ia khawatir, Allah perintahkan ia untuk menghayutkan bayinya.
Pelajaran besar yang bisa diambil dari kisah ini yaitu rasa yakin dan percaya yang teramat besar kepada Allah, percaya akan kekuatan instruksi wahyu sehingga tidak sempat berfikir apakah perintah itu berbahaya bahaya atau tidak jika dilaksanakan. Rasa yakin inilah yang menimbulkan sifat tawakal kepada Allah.
Pelajaran berikutnya adalah syariat Allah itu terdiri dari perintah, larangan, kabar, janji dan harapan. Di ayat ini terdapat dua perintah, dua larangan dua kabar berita dan dua janji.
Dalam surat Al Qasas 7, terdapat dua perintah yaitu: 1. Susuilah dia (Musa), 2. Hanyutkanlah dia ke sungai (Nil), lalu ada dua Larangan: 1. Janganlah engkau takut dan 2. dan jangan (pula) bersedih hati. Selain itu ada dua dua kabar dan janji : 1. Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan 2. Dan menjadikannya salah seorang rasul.”
Ustadz Faris BQ memaparkan makna surah Al Qasas ayat 9. Ayat ini menerangkan betapa maha halusnya skenario Allah terhadap Nabi Musa. Walaupun setelah dihanyutkan dan kemudian diambil oleh istri Firaun tapi justru disitulah Allah menyelamatkan Nabi Musa dari pembunuhan Firaun. Allah menjadikan istri Firaun menyukai Nabi Musa dan mengungkapkannya kepada Firaun. Al Qasas 9: Dan istri Fir’aun berkata, “(Dia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan dia bermanfaat kepada kita atau kita ambil dia menjadi anak,” sedang mereka tidak menyadari.
Di ayat ini kita dapat melihat betapa besarnya peran seorang istri. Asiyah (Istri Firaun) memiliki peran yang besar bagi keselamatan Bani Israil dengan mengasuh Nabi Musa. Setelah Nabi Musa diangkat menjadi anak, tentulah bayi yang baru lahir sangat membutuhkan asupan ASI. Maka Firaun pun mencari ibu susu untuk Musa. Namun skenario Allah membuat Nabi Musa tidak menyusu dengan wanita manapun kecuali dengan ibunya sendiri.
Dari kisah ini ustdz Faris BQ menegaskan betapa Al Lathifnya Allah, Maha Lembut nya Allah dalam skenario mengatur alam semesta beserta isinya. Akhirnya membuat kita menyadari bahwasanya jika kita menyerahkan semua urusan pada Allah, tawakal kepadaNya maka Allah akan mengatur segalanya. Semakin kita mengenal sifat Allah-Al Lathif- maka akan semakin tinggi tawakal kita kepadaNya.
Maka seseorang yang beriman kepada Allah tidak akan memiliki keraguan, tidak akan menunda apapun yang diperintah Allah padanya. Betapa luar biasanya cara penyampaian Al Quran, batapa lembutnya Allah mengatur jalan hidup hambanya. Dan itu semua membuktikan kebesaran allah sebagai pelajaran bagi kita. Jika Allah menakdirkan sesuatu, maka Allah akan memudahkan jalan menuju takdir itu dengan cara bertahap. **