Sungguh repot untuk menjadi orang tua bagi anak-anak milenial sekarang. Dengan asupan informasi dari segala penjuru, orang tua tetap harus memagari anak-anak agar tetap dalam koridor Islam. Bagaimana ptrakteknya, dan keahlian apa saja yang harus dimiliki oleh orang tua?
“Jadilah orang tua yang asyik,” kata Ust Bendri Jaisyurahman di hadapan kajian Online berjudul ‘Parenting 4.0, Orang Tua Milenial yang Sukses.’ Minggu lalu. Jawaban Ust Bendri ini tentu saja menyentak para orang tua. “Bagaimana menjadi orang tua yang asyik itu?”
“Menjadi orang tua itu tidak cukup baik saja, kita harus menjadi orang tua yang asyik, karena anak-anak ini sudah hidup di zaman yang berbeda.” Kata Ust Bendri ‘Fathernman’. Dia lalu mengupas bahwa mungkin saja teknik yang diturunkan bapak kita sudah tak lagi bisa kita pakai untuk anak-anak kita. Bahkan sudah ada yang tak cocok sama sekali.
Ust Bendri kemudian menyitir sabda Rasulullah SAW: “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”.
Ust Bendri kemudian kembali membahas soal orang tua yang asyik. Orang tua yang asyik adalah orang tua yang mampu menciptakan hubungan yang hangat dengan anak. “Langkah awal yang perlu kita pahami dalam menciptakan hubungan tersebut adalah penuhi kebutuhan dasar anak. Apakah kebutuhan tersebut? Yaitu tertawa. Dan bermain adalah salah satu fitrah untuk anak mendapatkan perasaan bahagia. “ katanya.
Dalam Al Quran digambarkan wajah penduduk surga adalah berseri-seri. Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhan-nyalah mereka melihat” (QS. Al-Qiyamah [75]: 22-23)
Dan didalam hadist Rasulullah disebutkan bahwa setiap permainan yang tidak ada dzikir kepada Allah didalamnya adalah sia-sia kecuali bercengkrama bersama keluarga. “Semua permainan yang tidak mengandung dzikrullah hanyalah permainan. Kecuali empat permainan, seorang suami ‘bermain’ dengan istrinya, atau melatih kuda, atau berjalan diantara dua tujuan, dan belajar berenang. (HR Nasa’i)”
Apa sebenarnya arti generasi milenial? Generasi milenial atau milenium adalah generasi yang lahir dari tahun 1980 hingga 1995. Dan anak-anak yang lahir setelah tahun itu disebut sebagai Generasi Z, generasi yang lahir dalam rentang tahun 1995 hingga tahun 2010. Ada juga definisi lain yang mengkategorikan generasi Z sebagai generasi yang lahir antara tahun 1996 hingga 2015. Namun banyak orang sudah terlanjurmenyebut semuanya sebagai generasi milenial.
Lalu bagaimana menjadi ayah yang selalu menghadirkan kehangatan dalam mendidik anak-anaknya saat zaman sudah berubah? Ust Bendri mengingatkan soal tiga keahlian yang harus dimiliki oleh seorang ayah agar tetap bisa bertahan menjadi ayah milenial. Intinya sang ayah harus punya jalinan emosional bonding. Untuk itu ayah harus punya kemampuan ini : Pertama; bermain, Kedua; berkisah, Ketiga; menjelajah.
Sedangkan bagi seorang ibu, ada tiga keahlian dasar juga yang harus dimiliki. Pertama; memasak. Kedua; memijit. Ketiga; mendengar. Ketiga keahlian itu harus dimiliki oleh ibu, agar ibu juga menjadi bagian keluarga mengasyikkan itu.
Namun bagaimana jika ada orang tua yang tidak asyik? Mungkin saja orang tua yang demikian masih punya masalah dengan dirinya sendiri, sehingga seorang ibu tidak bisa memanage waktu dengan baik. Padahal seorang ibu, harus punya keahlian mengatur waktu untuk dirinya sendiri (me time), waktu untuk bersama suami (couple time) , waktu bersama keluarga (family time), serta waktu bersama teman-temannya untuk kajian dan semacamnya (social time).
Ust Bendri selanjutnya mengatakan bahwa harga diri seorang istri itu ada pada keluarga. Karena itu, saat kita berperan menjadi ayah maupun oistri, harus tahi dan mempu memerankan diri dengan baik dengan keahlian-keahlian baru tersebut. Jika tidak maka siap-siaplah menjadi orang tua yang tidak asyik.
Bayangkan jika yang mengatakan tidak asyik itu anak kita sendiri. Tidak ada kata terlambat untuk menjadi orang tua yang asyik . Karena dengan konsep yang mutakhir ini, kita bisa mendampingi dan mendidik anak-anak kita yang millennial sesuai dengan zamannya. In syaa Allah. (Tulisan kedua dari dua tulisan-Habis)