Rasanya tidak bisa dibayangkan. Menjadi seorang mualaf adalah anugerah yang tak terkira. Karena artinya seseorang itu dipilih oleh Allah, untuk mendapatkan hidayah sebagai pemeluk Islam. Menjadi pemeluk agama yang penuh rahmat, Rahmatan lil alamin, rahmat buat seluruh alam semesta dan segala isinya.
Mualaf itu berarti orang yang baru masuk Islam, tapi jangan kira menjadi mualaf itu mudah. Bahkan sangat sulit. Endang Pujiati Sembiring, warga Delatinos yang saat ini menjadi Ketua Ummahat Masjid Al Aqsha Delatinos menceritakan perjalannya beratnya menjadi mualaf.
Menjadi mualaf itu tidak mudah bahkan sangat sulit sekali, mulai dari yang paling utama, belajar shalat fardhu, saja susah, jangan dulu membahas yang sunnah-sunnah. Untuk menegakkan sholat fardhu saja butuh usaha yang luar biasa.
Mengapa susah sekali dan butuh usaha yang luar biasa? Karena harus menghapal gerakan shalat, dan bacaannya itu dilakukan lima kali sehari. Untuk bisa lulus tahap ini dalam waktu singkat ini luar biasa, saya butuh waktu 10 tahun untuk bisa shalat lima kali sehari. Dan 10 tahun itu shalatnya bolong-bolong.
Jangan tanya kenikmatan, karena saat itu, nikmat sholat belum terasa. Jangan juga tanya soal shalat rawatib atau yang lain. Masih ada banyak hal lain yang harus diusahakan dengan disiplin dan keyakinan.
Lalu saat ramadhan datang menjelang. Ada semacam berkah yang datang, menjadi mualaf lebih mudah menjalankan puasa, karena semua orang disekitar kita puasa, dan kalau nggak puasa kita malu. Tapi bagaimana tarawihnya? Hmmm, jujur saja, saya baru bisa menjalani dan merasakan nikmat tarawih ini setelah waktu menghitung 10 tahun lamanya.
Sungguh perjuangan yang berat. Menjalani itu semua dengan sabar, sambil belajar dan perlu waktu yang tidak sebentar.
Karena itu, dukungan orang-orang sekitar sangat diperlukan. Untuk menjadi mualaf yang yakin dan sabar ini caranya hanya satu, tidak ada paksaan, namun diberi tahu dan dibimbing pelan-pelan.
Saya menjadi wanita yang beruntung, karena suami sabar membimbing. Tidak pernah marah jika saya malas shalat. Dia dengan sabar mengingatkan keutamaan shalat. Tanpa kemarahan.
Lalu, masih ada lagi cerita yang amat sulit, namun tak sampai mematahkan semangat saya. Belajar membaca Qur’an. Membaca kitab Quran ini butuh perjuangannya yang sungguh luar biasa.
Mengerti huruf hijaiyah, perlu waktu. Lalu membacanya dengan benar juga butuh niat dan usaha yang kuat. Jangan bicara dulu membaca dengan tartil dan mengerti tajwid. Waktu naik haji tahun 2010, saya belum bisa membaca Quran, satu hurufpun. Saat itu ada sedih dan malu, mengaku Islam, tapi kok belum bisa membaca Qur’an.
Rasa itu melekat kuat, sehingga saat di tanah suci, saya mohon dengan berlinang air mata, agar saat kembali ke tanah air, Allah izinkan untuk bisa baca Qur’an. Dan Allah izinkan itu terjadi. Atas bantuan teman-teman ummahat masjid, niat itu kesampaian juga. Atas bantuan guruku, Ibu Evy Kasyunil saya bisa membaca, semoga ini menjadi amal jariyah guruku.
Buat akhwat (kaum perempuan), hal lain lagi yang harus dipatuhi adalah menutup aurat. Dan soal ini kita harus patuh, soal ini memang terkesan sepele bahkan banyak diabaikan orang, seolah tidak pernah ada rasa takut. Semoga yang belum menutup auratnya diberi hidayah Allah agar sebelum ajal menjemput bisa menutup auratnya. Karena, setelah mayat, seorang perempuan tetap dikafani dengan menutup auratnya.
Beragam kesulitan harus saya tempuh. Namun cobaan untuk menguji keteguhan seorang mualaf tetap saja muncul. Ada yang merasa sedih karena
dikucilkan keluarga, ada yang diuji dengan sakit berat, ada yang diuji usahanya bangkrut, karirnya jelek dan banyak lagi. Saya diuji dengan penantian buah hati selama 11 tahun. Waktu yang tak singkat dan butuh kesabaran yang luar biasa.
Datangnya berbagai ujian itu, jangan sampai kita menjadi lemah. Dan seolah-olah semua hadir karena kita masuk islam. Namun dengan pendampingan keluarga, saya diizinkan Allah untuk makin kuat, selalu berdoa dan menjalankan kewajiban sebagai muslim yg baik. Mematuhi semua peruntahNYA dan menjauhi semua laranganNYA.
Untuk menguatkan saya, saya memilih jalan tholabul ilmi (mencari ilmu) dengan mengikuti kajian-kajian, sehingga wawasan tentang Islam bertambah. Karena selain hidayah Allah, ilmu adalah jendela buat para mualaf utk mengerti tentang Islam, memahami dan akhirnya mencintai Islam, mencintai Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan mencintai Rasulullahu Shallallahu Alaihi Wassalam, manusia terhebat dengan akhlak mulia yg menjadi teladan setiap umat Islam.
Dengan Ilmu, bisa menjadikan kita manusia yang bisa menjalankan habluminallah dan habluminannas dengan seimbang. Sejatinya seorang muslim harus bisa menjadi orang baik dan berbuat baik kepada siapapun.
Tholabul Ilmi ini memang butuh niat dan keinginan, mau mengorbankan waktu istirahat dan senang-senang dengan menghadiri majelis ilmu. Buat para mualaf, ini berat, apalagi jika tidak ada keinginan. Apalagi mualaf yang ikhwan (pria), begitu sudah mengucapkan syahadat, harus langsung pancang niat shalat berjamaah di masjid.
Lingkungan dan pertemanan mempengaruhi seorang mualaf. Sebagai muslim, kitalah saudaranya, bantu para mualaf, dekatkan dengan masjid dan kita semua. Saya juga termasuk yang beruntung karena rumah dekat masjid Al Aqsha Delatinos yang sahabat ummahatnya sangat membantu dan mengikuti program kajian kajian masjid yang bagus.
Saya berdoa dari hati yangg tulus, semoga Allah memberi kemudahan kepada sahabat mualaf, dimanapun berada untuk belajar dan mempunyai tekad yang kuat utk belajar tentang Islam lebih baik lagi, sehingga InSyaa Allah tidak menjadikan Islam sebagai beban, penuh keikhlasan dan rasa cinta menjalankan ibadah, sehingga bisa menjadi pemeluk Islam yang kaffah.
Jangan takut ujian dan cobaan, karena itu adalah Itu rasa cinta dari Allah, seperti yang tertulis dalam Al Qur’an di Surat Al Insyirah; “Dibalik kesulitan ada kemudahan, ” sampai dua kali Allah menyebutkan ayat tersebut. Itu artinya Allah tidak akan memberi beban kepada hambaNYA diluar kesanggupan kita. Pasti ada jalan keluar terbaik jika kita pandai bersyukur. (EPS)