Kabar Al-Aqsha
  • Home
  • Kabar Masjid
  • LAZ Al-Aqsha
  • Ummahat
  • Kajian
  • Ibrah
No Result
View All Result
  • Home
  • Kabar Masjid
  • LAZ Al-Aqsha
  • Ummahat
  • Kajian
  • Ibrah
No Result
View All Result
Kabar Al-Aqsha
No Result
View All Result
Home Gaya Hidup Muslim

5 Strategi Nabi Muhammad Mengatasi Problem Anak

Oleh: Hidayatullah

6 November 2020
Bagikan di FacebookBagikan di Twitter

Salah satu problem krusial yang sering dihadapi guru dan orangtua adalah masalah pendidikan peserta atau anak didik. Terlebih, di zaman digital seperti sekarang ini, inovasi dan kreatifitas dalam mendidik siswa atau siswi menjadi keniscayaan jika menginginkan pendidikan yang sukses.

Sekitar 15 abad yang lalu, Rasulullah SAW. sudah memberikan teladan baik bagi para guru untuk mengatasi problem pendidikan anak-anak didiknya. Najib Khalid al-‘Amir dalam buku “Tarbiyah Rasulullah” (1996: 32-40) mengungkap strategi beliau dengan cukup lugas dalam mendidik murid.

Pertama, melalui teguran langsung. Suatu ketika, Umar bin Abi Salamah mengisahkan pengalaman masa kecilnya saat menjadi pembantu di rumah Rasulullah SAW. Waktu itu, Umar memiliki kebiasaan tidak baik ketika makan, yaitu: mengulurkan tangan ke berbagai penjuru.

Dengan lembut Nabi menegurnya, “Nak! Bacalah basmallah terlebih dahulu! Makanlah dengan tangan kanan dan mulailah dari yang di dekatmu!”  (HR. Bukhari, Muslim)

Dari riwayat itu, mengandung beberapa nilai tarbawi atau pendidikan yang patut diteladani, di antaranya: beliau meluangkan waktu untuk makan bersama anak-anak, sehingga bisa mempererat hubungan batin dengan mereka; sebelum itu menjadi kebiasaan buruk, beliau menegur dengan teguran yang halus sehingga tak menyakiti sang anak.

Selain itu, beliau juga memanggilnya dengan panggilan kasih sayang sehingga Umar bin Salamah merasa nyaman sebelum diberi teguran. Lebih dari itu, beliau tak sekadar menegur tapi juga mengajarkan adab-adab makan yang benar sehingga bisa dicontoh secara langsungsung. Yang tak kalah penting, diksi yang dipakai dalam menegur anak dipilih dengan sangat tepat.

Nasihat yang demikian mengesankan itu begitu tertanam pada jiwa Umar bin Abi Salamah serta menimbulkan kesan mendalam. Sampai-sampai, hingga dewasa pun cara makannya persis seperti yang dinasihatkan Rasulullah kepadanya.

Kedua, sindiran. Bila teguran secara langsung tidak efektif, bisa juga dengan menggunakan sindiran. Saat ada beberapa sahabatnya yang berlebihan ingin mencontoh Rasulullah sehingga melahirkan sikap ekstrim, seperti: shalat malam seperti Nabi dan tak akan tidur, puasa selamanya, tidak akan nikah.

Dalam sebuah forum, beliau menyampaikan sindiran, “Apa keinginan kaum yang menginginkan begini dan begitu? Sesungguhnya aku shalat dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, dan aku pun menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak senang dengan sunnahku, berarti dia bukan dari golonganku.” (Shahih Jami’ al-Shagir)

Melalui sindiran itu, wibawah anak didiknya bisa terjaga dan tidak merasa rendah diri atau malu di hadapan teman-teman. Di samping itu, fungsi untuk meluruskan dan menegur anak bisa berjalan dengan baik tanpai menyakiti.

Ketiga, celaan. Kadang-kadang di lapangan pendidikan, teguran dan sindiran ketika tak mampu mengatasi problem anak didirk, maka diperlukan cara lain misalkan mencelanya secara proporsional.

Suatu ketika, Rasulullah SAW. mencela Abu Dzar al-Ghifari, “Wahai Abu Dzar! Apakah engkau telah mempermalukannya dengan menyebut nama ibunya?  Sesungguhnya pada dirimu masih melekat sifat jahiliyah.” (HR. Bukhari) Celaan itu diarahkan Nabi kepada Abu Dzar karena ia telah memaki seseorang dengan menyebut nama ibunya sehingga membuatnya malu.

Hal itu dilakukan Nabi agar perilaku buruk (caci-maki)itu tidak menjadi kebiasaan. Selain itu, agar tidak timbul rasa takabur dan dengki pada diri Abu Dzar yang berefek merasa lebih baik dari orang lain yang dicerca. Lebih penting dari itu, konflik fisik pun bisa dihindarkan sejak dini antar anak didik.

Keempat, pemutusan hubungan dari jamaah. Jika peneguran secara langsung, sindiran dan celaan belum efektif, maka “pemutusan” (sementara) hubungan dari jamaah bisa dilakukan. Saat Ka’ab bin Malik ra. tidak ikut perang Tabuk, sanksi yang diberikan Rasulullah SAW. padanya adalah Nabi melarang para sahabat berbicara dengannya sampai 50 malam dan pemutusan hubungan (HR. Bukhari)

Pada peristiwa itu ada nilai pendidikan penting. Orang yang diputus sementara hubungannya, bisa membuatnya sadar akan kesalahannya. Selain itu, pemutusan hubungan juga menanamkan betapa berartinya jamaah bagi individu. Lebih dari itu, bisa dijadikan sebagai tolak ukur kedisiplinan anak didik kepada guru atau orangtua.

Kelima, pemukulan. Dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Hakim ada perintah kepada orangtua agar menyuruh anaknya shalat saat berusia 7 tahun. Ketika sudah berumur 10 tahun tidak shalat, maka diperintahkan ‘memukul’ anak.

Pemukulan di sini bukan membabi buta dan membekas pada anak. Pemukulan di sini adalah proporsional sekadar untuk mengingatkan. Namun, pada kenyataannya sekarang, di tengah iklim pendidikan yang terlalu berlebihan menyikapi HAM, maka tindakan pemukulan oleh orangtua atau guru dianggap sebagai tindakan kriminal.

Akibatnya, ada beberapa guru yang harus meringkuk di jeruji besi akibat hukuman pemukulan yang dilakukan. Padahal, berkaca pada pendidikan di masa lalu yang melahirkan tokoh-tokoh besar, cara-cara pemukulan dalam batas kewajaran adalah bagian dari metode untuk mendisiplinkan murid.

Menyikapi hukuman pemukulan secara berlebihan hingga menafikannya sama sekali, akan menimbulkan dampak negatif pada mental anak. Selain cengeng, mereka akan menjadi anak didik yang rapuh secara mental, susah disiplin dan gampang jatuh semangatnya.

Untuk hukuman semacam ini Nabi bahkan pernah bersabda: “Gantunglah cemeti (cambuk) agar keluarganya tahu. Karena yang demikian adalah pelajaran bagi mereka.” Atau dalam hadits lain, “Dan gantunglah cemeti agar keluarganya tahu.” (HR. Thabrani)

Dari kelima cara itu sifatnya bisa fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan bentuk kesalahan yang dilakukan anak. Pada intinya itu adalah di antara langkah untuk membetulkan dan meluruskan anak yang merupakan salah satu arti dari tarbiyah (pendidikan). (Hidcom)

Artikel Terkait

Inilah Akhlak dan Karakter SDM Muslim Tangguh
Gaya Hidup Muslim

10 Kepribadian Muslim yang Perlu Kita Miliki

11 Januari 2022
Adab Islam dalam Bertetangga
Gaya Hidup Muslim

Adab Islam dalam Bertetangga

4 Oktober 2021
Ekspresikan Muharammu – Twibbon Cantik 1443H
Gaya Hidup Muslim

Ekspresikan Muharammu – Twibbon Cantik 1443H

9 Agustus 2021
Lima Solusi Selamat di Tengah Pandemi
Gaya Hidup Muslim

Lima Solusi Selamat di Tengah Pandemi

29 Juli 2021
Bersyukur, Obat Hilangkan Stres
Gaya Hidup Muslim

Bersyukur, Obat Hilangkan Stres

23 Juli 2021
Matematikawan Muslim Paling Berpengaruh dalam Sejarah
Gaya Hidup Muslim

Matematikawan Muslim Paling Berpengaruh dalam Sejarah

8 Juni 2021

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Populer

Imam Palestina Puji Kebaikan Muslim Indonesia

17 April 2022

Semakin Lutut Nyeri, Semakin Banyak Sedekahnya

5 November 2020

Kajian Kitab: Taaruf Ilmu

4 Agustus 2022

Benarkah Rajin Pangkal Pandai, Hemat Pangkal Kaya?

17 Januari 2021
Kabar Al-Aqsha

Alamat

Cluster Brazilia Delatinos BSD Serpong, Serpong, Kec. Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten 15318

Email: redaksi@alaqshadelatinos.org

Media Partner

  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi

© 2021 MediatrustPR. All Right Reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita Dunia Islam
  • Kabar Masjid
  • Info DKM
    • LAZ Al-Aqsha
    • Aqsha Mart
    • Aqsha Clinic
    • Aqsha Mualaf Center
    • Ummahat Al-Aqsha
    • Aqsha Qurban
    • Aqsha Share & Care
    • Madrasah Bisnis Al-Aqsha
    • Aqsha Muda (AQMA)
    • TPA Al-Aqsha
    • Aqsha Scholarship
  • Profil Jamaah
  • Lapak Jamaah
  • Ummahat
  • Kajian
  • Rangkuman Pengajian
  • Ibrah
  • Gaya Hidup Muslim
  • Aqsha Go West
  • Parade Foto

© 2021 MediatrustPR. All Right Reserved