Kita harus banyak belajar dari lingkungan kita sendiri. Banyak contoh dan banyak cerita yang membuat kita iqra, membaca, agar kita selalu bersyukur dan mendapatkan pelajaran.
Ini saya tulis dari lingkungan masjid tercinta kita, Al Aqsha. Tentang kecintaan kepada masjid dan kecintaan kita bersujud. Dari pelajaran itu, kita bertanya halangan yang seperti apalagi yang membuat langkah kita tidak juga menginjakkan kaki di masjid?
Kita punya beribu contoh dan gambar, hanya, bisakah hati kita tergetar karena panggilan ke masjid ini?
Saya selalu melihatnya di masjid, usia sudah berumur dan badanpun tak lagi tegap berdiri seperti kebanyakan. Namun jamaah yang satu ini dari shubuh hingga isya, selalu setia ke masjid. Kita bisa melihatnya shalat berjamaah.
Tentu butuh tenaga yang besar dan upaya tak mudah. Meski baginya bukan perkara yang mudah menjalaninya, karena usia, keterbatasan fisik dan kendala lututnya.
Namun bila cinta sudah melanda, siapa yang bisa menghalangi? Semua disambut dengan senyum dan sapa bahagia, apalagi untuk Allah-nya.
Meski harus berjuang menaiki dan menuruni 21 anak tangga masjid Al Aqsha setiap lima waktu. Dan meskipun terbatas dalam sujudnya. Namun tidak dengan hatinya, ia tetap tersungkur sujud, meletakkan kening sejajar dengan kaki di masjid adalah kebahagiaan dan kemenangannya. Ia bertemu dengan Allah-nya.
Shalat dengan duduk di kursi, qobliyah ba’diyah tak terlewatkan. Bahkan syuruq pun tak mau ketinggalan.
Jama’ah al Aqsha pasti pun sangat akrab dengannya.
Allah menyapa dengan sedemikian santun dan sopan kepada kita. Sapa lembut yang menembus di kedalaman jantung hati kita dan menggetarkan bahkan mengguncang lorong lorong bilik jantung kita, melalui sosok yang sedemikian hemat berbicara dan sangat tertib dalam menjalani ibadah kesehariannya.
Dan dari duapuluh empat jam hadiah-NYA, Allah hanya berkenan menyapa untuk 50 menit saja, pun terbagi dalam lima waktu. Saat dimana Allah menantikan kehadiran kita untuk mi’raj. Bahkan oleh sebab itu semua, Allah berkenan memberikan imbalan pahala yang tak terhingga.
Benarkah telinga itu telah disayupkan, dan mata telah dikaburkan ?
HAYYA ‘ALA AL FALAH…marilah kita menuju kemenangan…
Karena sesungguhnya setiap kemenangan kita atas apapun bermula dari pemenuhan kita atas panggilan-NYA menuju kemenangan. Hayya ‘ala al falah..
Manakala kita belum merasa terpanggil, belum tergerak memenuhi panggilan agung-NYA, padahal untuk kemenangan kita dari segala ancaman ‘minal jinnati wannaas’, pantaskah kita berteriak dengan lantang dan mendeklarasikan bahwa kita pasti menang, karena kita sok merasa bahwa Allah bersama kita, berpihak pada kita, sementara acapkali kelembutan panggilan Allah mengajak menuju kemenangan, tak pernah membuat kaki kita ringan melangkah menuju rumahNYA.
Allahumma laa tuzigh quluubana ba’da idz hadaitana…