Dua kelompok perlawanan Palestina, Harakah Al Muqâwama Al-Islâmiyyah atau Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) dan Fatah mengadakan konferensi pers bersama. Keduanya bersepakat dan berjanji pada hari Kamis (02/07/2020) untuk bekerja sama menggagalkan rencana penjajah Israel mencaplok bagian-bagian Tepi Barat sejalan dengan ‘rencana perdamaian’ buatan Presiden AS Donald Trump.
Pejabat Fatah, yang memerintah bagian Tepi Barat Palestina, dan Hamas, yang memimpin di Jalur Gaza, mengadakan konferensi pers bersama yang langka. Mereka telah mengesampingkan perbedaan mereka untuk melawan rencana Perdana Menteri Israel Binyamin Netanyahu, yang saat ini ditunda menunggu deklarasi dari pemerintah AS.
“Hari ini, kami ingin berbicara dengan satu suara,” kata pejabat senior Fatah Jibril Rajoub pada konferensi pers yang diadakan secara virtual dengan Saleh al-Arouri, yang secara luas dianggap sebagai pemimpin kedua Hamas dan pemimpin militernya untuk Tepi Barat. Arouri berbicara dari Beirut, melaporkan themedialine.
“Hari ini, kita akan keluar sebagai satu suara dan di bawah satu bendera untuk bekerja membangun visi strategis … untuk menghadapi tantangan,” kata Rajoub. “Kami akan membuka halaman baru dan menyajikan model bagi orang-orang kami, keluarga dan para martir,” tambahnya.
Rajoub menjelaskan bahwa beberapa langkah akan disepakati untuk mengadakan pemilihan umum dan menghormati hasilnya. Sementara itu, Al-Arouri mengatakan, “Kita harus mengatasi perbedaan kita … untuk kepentingan perjanjian strategis dan mendasar berkaitan dengan masalah eksistensial pendudukan,” sebagaiman dilaporkan oleh Aljazeera.
Dia menambahkan bahwa meskipun kedua organisasi memiliki beberapa perselisihan, mereka tidak berbeda “dalam menghadapi pekerjaan dan rencananya melawan Israel.” Palestina telah memobilisasi penentangan terhadap proposal Pemerintahan Trump – secara mengejek disebut sebagai “Kesepakatan Abad Ini,” sejak diperkenalkan pada akhir Januari. Rencana tersebut membuka jalan bagi Israel untuk aneksasi yang sah wilayah di Tepi Barat, langkah itu, bila dilakukan, akan mengesahkan pemukiman-pemukiman ilegal Israel yang selama ini dikecam dunia internasional.
Meskipun begitu, bahkan jika aneksasi secara resmi tidak terjadi, aneksasi de facto Israel, sistem apertheid yang dibawanya, dan kekerasan terhadap penduduk Palestina masih akan terus berlangsung. Keadilan sebenarnya menuntut penghentian pendudukan, mengangkat blokade pada Gaza, kesetaraan hak-hak bagi penduduk Palestina, dan mengakui hak bagi para pengungsi Palestina untuk kembali ke kampung halamannya. (Hidcom)